Mengobati Ny.Pertiwi – sebuah ajakan

Page

Rekan-rekan sejawat dokter Indonesia,

Walau gaung beritanya di kalangan awam nampaknya tidak semegah berita soal sadap-menyadap ataupun berita soal gaya busana seseorang, kasus yang menimpa sejawat dokter kebidanan di Menado, sekali lagi menempatkan posisi dokter Indonesia di kursi panas.

Mengamati perkembangan berita ini dari media online dan dari sharing rekan-rekan sejawat, saya sungguh resah . Bukan hanya kenyataan bahwa kasus Ayu, dkk di salah-labelkan sebagai kasus pidana yang mengusik benak, tapi juga efek lanjutan dari kasus itu sendiri.  Setelah kasus Manado ramai dibicarakan, muncul berita bahwa ada rekan sejawat yang diancam oleh keluarga pasien bahwa mereka akan di’Menado’kan, bahwa kalau permintaan pasien tidak dituruti akan dipanggilkan ‘media’, sampai yang akhirnya ada sejawat yang kena serangan kopi panas.

Ada apa sebenarnya ? Apakah ini semata perbuatan oknum pasien? Apakah benar ini efek kumulatif praktek kedokteran Indonesia yang sudah demikian bobroknya (versi opini masyarakat)? Apakah ini murni masalah dunia kesehatan?

Saya mencoba menganalisa lebih dalam lagi, dan melihat bahwa semua ini sebenarnya imbas berlarut-larut dari krisis kepercayaan yang ada di Indonesia. Bukan hanya krisis kepercayaan pasien terhadap dokter, tapi krisis kepercayaan bangsa Indonesia terhadap…. bangsanya sendiri.

Kasus korupsi yang banyak terungkap, berita yang ternyata kebohongan belaka, tokoh panutan yang ternyata penipu; itulah arus kenyataan yang harus ditelan setiap hari oleh bangsa Indonesia. Tak ayal, banyak orang kemudian jadi bingung, tidak tahu lagi siapa atau apa yang bisa dipercaya. Semua itu berujung satu, tergerusnya rasa percaya pada bangsa sendiri. Terbentuk pola pikir, pokoknya jangan gampang percaya deh ama orang (Indonesia), banyak orang egois, cuma mau nipu dan mencelakakan orang lain,  cuma mau cari untung di atas penderitaan orang lain.

Bayangkan, dengan pola pikir seperti itu, pasien dan keluarganya (dan juga dokternya !), masuk ke ruang praktek ! Bagaimana “trust”, kepercayaan (yang notabene modal dasar berhasilnya pengobatan) bisa terbentuk?Belum apa-apa kedua pihak mungkin langsung bersikap defensif. Yang pasien takut dokternya macam2, mata duitan. Yang dokter takut pasiennya ‘rese’ dan kemudian menuntut ke pengadilan.

Sungguh, bangsa ini tidak sehat.  Serentak saya sadar, pasien paling gawat yang harus disembuhkan terlebih dahulu itu bernama : Ny. (Ibu) Pertiwi.

Analisa saya mungkin nampak seperti pepesan kosong kampanye kandidat presiden. Saya tidak bisa menyalahkan rekan-rekan berpendapat demikian, salah satu gejala sakit’kepercayaan’ adalah rasa curiga.  Tapi tujuan saya menulis ini adalah mengajak rekan-rekan untuk berpikir lebih dalam, dan melihat sumber asal permasalahan. Bukankah kita selalu diajar untuk menyembuhkan akar penyakit, bukan hanya memberikan obat simtomatik pereda gejala? Saya ingin mengajak rekan-rekan untuk berbuat lebih dari sekedar menunjukkan sikap dengan berdemo dan sharing pernyataan/kenyataan satu versi di media sosial. Saya ingin mengajak rekan-rekan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang bisa dilakukan teman-teman buruh, berdemo (atau berdoa atau memakai simbol2 duka cita) !

Kita dokter-dokter terberkati dengan karunia khusus: pendidikan tinggi. Rasanya tidak pantas, kalau dengan bekal itu semua, perjuangan kita cuma berhenti di ujung teriakan dan himbauan. Kering rasanya kalau kita cuma bisa menunggu seseorang atau pemerintah berbuat sesuatu menyikapi apa yang terjadi.

Saya tahu, di poin ini rekan-rekan lalu bertanya, “Emangnya tanggung jawab gue memperbaiki negara ini? Susah kali, mendingan gue ngurusin pasien !”. Jangan salah, saya juga kemarin2 berpendapat demikian. Kemarin2 saya masih percaya, bahwa situasi carut-marut ini akan berubah. Selama saya tetap jujur, melakukan pekerjaan saya sebaik-baiknya, mengabdikan diri untuk dunia kesehatan, yang lain biarlah memperbaiki dirinya sendiri. Tapi setelah kasus ini saya katakan, saya salah ! Ibu Pertiwi sakit, dan apapun yang terjadi di badannya akan mempengaruhi segenap bangsa Indonesia, jujur maupun tidak jujur, mereka yang baik maupun yang kurang baik.

Kalau rekan-rekan masih berpikir: “Gue dokter, bukan politisi, bukan tugas gue memperbaiki bangsa ini !”. Salah besar ! Saya melihat, dokter sebenarnya punya peluang besar memperbaiki bangsa ini. Sebagai dokter kita beruntung mendapatkan pendidikan, bukan hanya yang bentuknya teori, tapi juga yang sifatnya praktis. Kita bukan hanya dididik di menara gading, tapi juga mendapat kesempatan dididik oleh masyarakat. Kita bisa jadi orang yang punya pandangan obyektif, karena bisa melihat dan membandingkan teori dengan kenyataan. Bukankah selama ini kita selalu didengung-dengungkan soal praktik kedokteran berdasarkan bukti (evidence-based)?

Kalau mau dirunut, bapak-bapak pendiri bangsa ini, banyak yang dari kalangan kedokteran: Dr. Soetomo, Dr. Radjiman, dan banyak lagi.  Mereka orang-orang yang beruntung mendapatkan pendidikan, dan kemudian tergerak nuraninya ketika turun ke lapangan melihat kenyataan yang ada pada bangsanya. Saya membayangkan, dokter-dokter inilah yang dulu membawa cerita dari lapangan, menginspirasi rekan-rekan seperjuagannya, menjadi motor penggerak kemerdekaan Indonesia. Kenapa cerita yang sama tidak mungkin berulang, terutama di saat sekarang, saat Ibu Pertiwi memerlukan bantuan kita. Mungkin cercaan dan kasus bertubi-tubi yang setahun ini marak, adalah teriakan minta tolong sang Ibu, pasien kita yang paling gawat dan butuh pertolongan.

Terus konkritnya apa? Emang bisa? Wong kita selalu dipojokkan media? Kawan, kesampingkan sifat defensif, tarik nafas dalam, dan lihat potensi kita. Apa yang bisa kita lakukan, dengan kapasitas saya sebagai dokter, sebagai ilmuwan, sebagai orang terdidik, untuk membantu kesembuhan ibu Pertiwi?

Ini versi saya : sebagai dokter dan epidemiologis, saya percaya kekuatan data !  Data tidak pernah bohong (walau rentan dimanipulasi). Usul konkrit yang saya bisa pikirkan, marilah kita bersama-sama MENGEKSPOS  apa yang sebenarnya terjadi di sistem kesehatan Indonesia. Selama ini masyarakat banyak terbentuk opininya hanya dari beberapa kasus NEGATIF. Namun berapa sebenarnya perbandingan kejadian kasus negatif itu jika dibandingkan dengan kasus-kasus POSITIF, keberhasilan pengobatan atau program kesehatan yang sudah dilakukan dokter Indonesia. Berapa besar sebenarnya perbandingan antara kasus malpraktik dengan kasus keberhasilan dokter-dokter di daerah terpencil. Berapa besar prestasi yang sudah ditorehkan dokter Indonesia di kancah internasional. Saya yakin, data kelalaian dan malpraktik pasti dipunyai IDI. Data keberhasilan, mungkin ada terpencar di berbagai sumber. Mari bersama kita kumpulkan data itu semua, beberkan semua ke masyarakat, perlihatkan bahwa kita bisa jujur dan rendah hati , mau mengakui yang salah. Di saat yang sama mari kita perlihatkan bahwa selama ini niatan kita selalu baik, agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan paripurna. Perlihatkan bahwa dokter Indonesia bisa dipercaya !

Pengungkapan data-data itu pun dapat membantu kita untuk belajar  dan menyempurnakan pelayanan. Dari kasus NEGATIF, kita bisa belajar memperbaiki akuntabilitas dokter Indonesia dan sistem kesehatan. Dari kasus POSITIF kita bisa belajar bagaimana rekan-rekan bisa berhasil menyehatkan masyarakat. Baru-baru ini saya mendengar keberhasilan seorang adik kelas yang sukses membuat penduduk satu kecamatan tempatnya bertugas berhenti merokok. Sungguh, saya ingin belajar dari dia bagaimana hal itu bisa mampu laksana.

“Yah, kalau kasus negatif diekspos, makin banyak dong dokter dipenjara”. Mungkin ini salah satu konsekuensi buruk yang bisa timbul dari ide ini. Tapi bukannya malah salah, kalau kita kemudian menutup-nutupi aib? Bukannya kemudian kita jadi mengkonfirmasi opini publik bahwa dokter saling menutupi aib rekan sejawat ? Saya percaya, selain dokter yang baik, juga banyak praktisi hukum Indonesia yang waras ! Saya percaya, sama seperti niat kita yang selalu ingin menolong pasien, mereka juga punya niat membela hak pasien mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik. Praktisi hukum yang waras ini menurut saya belum muncul ke permukaan. Untuk itulah, saya makin merasa pentingnya kita para dokter bertindak, menginisiasi dan menginspirasi suatu gerakan ‘pengembalian kepercayaan’.

Rekan-rekan, selain krisis kepercayaan, bangsa ini menderita karena tidak adanya tokoh yang bisa dijadikan inspirasi. Tidak ada tokoh JUJUR, RENDAH HATI dan MEMIKIRKAN RAKYAT yang bisa dijadikan contoh ! Yang ada hanya tokoh-tokoh fiksi rekaan Shit-netron. Mari, dengan niat baik, kita buktikan, bahwa Indonesia tidak kekurangan tokoh inspiratif yang peduli dengan kondisi rakyat. Indonesia punya 94 ribu lebih tokoh potensial yang bisa memberikan rasa percaya dan aman ! Para dokter.

Sebagai individu, mari mulai menulis lebih banyak di media sosial ataupun media cetak. Mungkin jadikan hari solidaritas tidak bekerja menjadi hari menulis bersama ? Ceritakan ke masyarakat, bagaimana kisah gembira, kisah sedih, atau bahkan kisah sepele seperti cara mendiagnosis  suatu penyakit (tapi tetap ingat untuk menjaga kerahasian pasien). Mari kita curhat yang seimbang dan bermanfaat ! Sajikan selalu fakta secara obyektif, jangan menghakimi, jangan mengarahkan opini. Tujuan dari gerakan ini adalah menunjukkan keberanian kita bertindak jujur, dan niat kita untuk memperbaiki kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia. Bukan untuk upaya defensif pembelaan diri. Saya tahu yang terakhir susah dihindari. Saya sendiri mengalami terjebak emosional dan mati-matian mendebat pendapat awam yang menjelek-jelekan profesi saya. Saya sadar itu salah, dan berusaha keras menarik nafas dalam setiap kali membaca pemberitaan miring di media. Kemudian dengan pikiran bersih berusaha obyektif, mencari kebenaran dari dua pihak. Yang sudah saya lakukan hari ini, di sosial media saya, saya selalu menyajikan berita dari sumber-sumber yang berbeda secara berdampingan. Dengan itu saya berharap yang membaca sharing saya mendapat informasi yang  berimbang dan bisa membentuk opini yang seimbang.

Sebagai organisasi, saya sungguh berharap IDI (atau asosiasi profesi lainnya), bisa menjadi wadah yang mengumpulkan, mengedit dan menyediakan data berimbang mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia. Saya juga berharap, IDI sebagai organisasi tidak menutup-nutupi upaya anda selama ini membela dan membina dokter-dokter yang lalai. Yakinkan dokter Indonesia, bahwa sebagai organisasi IDI masih punya fungsi. Dengan begitu, anda juga belajar berkembang sebagai sebuah organisasi.

Bagian terakhir dari ide ini, mari kita ajak pihak lain untuk bekerja sama. Kita ajak masyarakat berpikir jernih dan mohon bantuan mereka untuk sama-sama memperbaiki pelayanan kesehatan:

Untuk rekan-rekan non dokter yang turut membaca surat terbuka ini, saya mengajak kalian untuk melakukan hal yang sama di profesi masing-masing. Dokter hanya mampu memBANTU kesembuhan penyakit, butuh dukungan dari semua pihak untuk memberantas epidemi ini. Buang jauh-jauh prasangka dan lakukan ini semua demi kesembuhan Ibu Pertiwi.

Grace Wangge

– Dokter dan epidemiologis yang anti sinetron.-

Note :

1. Tulisan ini banyak diinspirasi dari percakapan saya dengan 49 teman angkatan yang tergabung dalam satu grup Whatsapp super cerewet :”Rabbit 95″. Sekitar 15 tahun yang lalu, kami semua turun ke jalan mendengungkan reformasi. Saya bangga bahwa setelah sekian lama, idealisme teman-teman masih menyala.

2. Ide yang serupa, mengenai perlu diekspos lebih banyaknya kisah-kisah positif dokter Indonesia, dikemukakan juga oleh guru saya, Prof. Samsuridjal Djauzi…. dan saya yakin banyak yang juga berpikiran serupa dan bahkan punya ide yang lebih cemerlang.

3. Ajakan ini jauh dari sempurna, tapi juga mungkin yang pertama. Jadi komen membangun dan usulan tambahan sangat diharapkan.

22 thoughts on “Mengobati Ny.Pertiwi – sebuah ajakan

  1. valleria

    Bravo, Ngge…well said….
    Ibu pertiwi hanya bisa sembuh jika yg memimpin adil. Nah, sblm menuntut pemimpin yg adil, diri kita sendiri harus berbuat adil terlebih dahulu, dgn 2 Cara:
    1. Jgn melakukan kedzhaliman/berbuat tidak adil
    2. Mencegah terjadinya kedhazilaman atau ketidakadilan –> lakukan perlawanan atau laporkan jika kita mengetahui ada ketidakadilan, jgn diam saja.
    So, IDI, tolong didengarkan aspirasi dari sejawat yg terdzhalimi, Jangan diam saja.

    “Janganlah kebencianmu thd suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil thd Mereka”….

    Like

  2. alhamdulilah..inilah figur dokter yg saya cari, saya bidan dokter,anti susu formula, dan mengajarkan klien untuk sukses ASI eksklusif dan saya siap mendukun. Anda.amin

    Like

  3. margaretta prasetyani

    Analisis yang sangat tajam. Well done, Kak Wangge! Ide yang sangat bagus. Siap! Sharing perjuangan di balik jas putih dan stetoskop dan bekerja di ladang yg telah dipercayakan ini.

    Like

  4. iphank

    Setuju sama Valle…. yg lebih mudah yg coba saya terapkan adalah mengikuti kata Aa Gym yaitu :
    1. Mulailah dari hal yg kecil
    2. Mulailah dari diri sendiri
    3. Mulailah saat ini.
    Contoh konkretnya ya dari kehidupan sehari2. Contoh misal lampu kuning itu tanda untuk hati2 dan siap berhenti. Bukan malah tancap gas.
    Seandainya semua org bisa bersikap seperti itu insha Allah semua bisa kembali baik….
    Wallahualam …

    Like

    • gwangge

      LOL, kan ada lagunya… Oh lihat Ibu Pertiwi, sedang bersusah hati… tapi btw, emang dari dulu saya feminis, dalam arti membela hak-hak kaum perempuan biar sejahtera dan jadi perempuan SEJATI (bukan semata jadi SAMA dengan dengan laki-laki).

      Like

  5. devi arofah

    bravo wangge, sy devi 94. Betul, dr pd emosi terkuras dan energi habis untuk prilaku defensif. Lebih baik terus menebar kebaikan ke masyarakat. Smua profesi pasti ada oknum dan ‘malaikat’. Yg sy yakini profesi dokter lbh banyak ‘malaikat’..thx

    Like

  6. good opini doc…
    sumpah merinding bacanya,jujur saya termasuk orang yang awalnya tidak terlalu perduli dengan politik,tapi lama2 jadi gerah sendiri.saya punya blog, dan mungkin bisa memulai kepedulian terhadap rekan sejawat dengan menulis. ^-^

    Like

  7. Zarina

    Biar dari jauh Akan aku titip doa agar usaha murni ini tercapai akhirnya…emang perlu Ada yang mulai…bangga aku punya teman2 seperti kalian…..go Rabbit 95!

    Like

  8. vissy

    sangat menginspirasi ge..ijin share ya…semoga banyak bermunculan wangge-wangge yang lain yang peduli mengobati ibu pertiwi kita

    Like

Leave a comment